Biografi Imam Nafi' bin Abi Nu'aim Al-Ashfihani Al-Madani, perjalanan intelektual belajar kepada 70 tabi'in


 Imam Nafi’ Al-Madani

· Biografi

- Nama Lengkap : Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim Al-Ashbahani
- Nama Panggilan : Abu Ruwaim/Abu Al-Hasan/Abu Abdillah
- Lahir : 70 H. pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwam, Khalifah dari Bani Umayyah
- Wafat : 169 H.

Beliau menjadi rujukan utama dalam bidang qira’at di Madinah setelah generasi tabi’in. Kurang lebih selama 70 tahun mengajar Al-Qur’an. Beliau memiliki warna kulit cenderung hitam, namun wajah beliau memancarkan aura yang menawan karena cahaya Al-Qur’an dan budi pekerti yang luhur berwibawa,

· Perjalanan Intelektual

Imam Nafi’ adalah generasi (thabaqat) ke-4 dari kalangan Tabi’in yang banyak berguru kepada para ulama pada masanya, bahkan terbilang paling banyak yaitu 70 guru dari kalangan para tabi’in.

Diantara guru beliau adalah Muslim bin Jundub (w. 110 H.), Abdurrahman bin Hurmuz Al-A’raj (w. 117 H.), Yazid bin Ruman (w. 120 H.), Muhammad bin Muslim bin Syihab Al-Zuhri (w. 124 H.), Imam Abu Ja’far (w. 130 H.) dan Syaibah bin Nashah (w. 130 H.).

Dalam ilmu hadits beliau terhitung perowi yang sedikit meriwayatkan hadits Nabi. Bahkan sebagian ulama menganggapnya lemah dari segi periwayatan. Hal ini juga dinyatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, sementara dalam Ilmu Qira’at para ulama sepakat bahwa beliau adalah panutan (hujjah).

· Otentifikasi Sanad

1. Abu Ja’far (Yazid bin Al-Qa’qa’) (w. 130 H.) belajar kepada Abdullah bin Ayyasy, Abu Hurairah dan Abdullah bin Abbas. Ketiganya belajar kepada Ubay bin Ka’ab. Sementara Abu Hurairah dan Ibnu Abbas belajar kepada Zaid bin Tsabit. Adapun Ubay dan Zaid belajar menerima bacaan dari Nabi Muhammad SAW.

2. Abdurrahman bin Hurmuz Al-A’raj (w. 117 H.) belajar kepada Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan Abdullah Ayyasy. Mereka bertiga belajar kepada Ubay bin Ka’ab dari Nabi Muhammad SAW,

3. Syaibah bin Nashah (w. 130 H) belajar kepada Abdullah Ayyasy. Abdullah bin Ayyasy belajar kepada Ubay bin Ka’ab dan mendengar bacaan dari Umar bin Khattab. Keduanya menerima bacaan dari Nabi Muhammad SAW.

4. Muslim bin Jundub (w. 110 H.) belajar kepada Abdullah bin Ayyasy. Abdullah bin Ayyasy belajar kepada Ubay bin Ka’ab dari Nabi Muhammad SAW.

5. Yazid bin Ruman (w. 120 H.) belajar kepada Abdullah bin Ayyasy. Abdullah Ayyasy belajar kepada Ubay bin Ka’ab dari Nabi Muhammad SAW.

6. Muhammad Syihabuddin bin Al-Zuhri (w. 124 H.) belajat kepada Sa’id Al-Musayyab. Said Al-Musayyab belajar kepada Abu Hurairah dan Ibnu Abbas,

7. Shaleh bin Khuwat belajar kepada Abu Hurairah.

Dalam Kitab Faidhul Barokat Juz 1 Halaman 5 karangan Romo KH. Arwani bin Muhammad Amin Kudus tersusun sanad Imam Nafi’ sebagai berikut : 


نافع قرأ على سبعين من التابعين منهم يزيد بن القعقاع وشيبة بن نصاح وعبد الرحمن بن هرمز الأعرج ومسلم بن جندب وقرأ هؤلأء على عبد الله بن عباس وأبي هريرة وقرأ كلاهما على أبي بن كعب وقرأ أبي على رسول الله صلى الله عليه وسلم

· Metode Pengajaran

Untuk metode pengajaran qira’at, Imam Nafi’ membacakan terlebih dahulu kepada muridnya sebanyak 30 ayat. Setiap murid yang dating belajar kepada Imam Nafi’ maka akan menerima bacaan yang sama yakni 30 ayat setiap kali pertemuan.

Sistem giliran siapa cepat dia dapat diberlakukan Imam Nafi’ terhadap muridnya, siapa yang rajin maka dia berhak maju belajar terlebih dahulu. Dalam hal ini, beliau tidak melihat kondisi sang murid, apakah muridnya sibuk atau punya hajat lain. Berbeda dengan Imam Abdurrahman As-Sulami dan Imam ‘Ashim yang mendahulukan orang-orang pasar (pedagang), sebab beliau tidak mau menahan kebutuhan hidupnya.

Suatu ketika Imam Warsy meminta Imam Nafi’ mengajarkan qira’at. Beliau menyuruh Imam Warsy untuk tinggal di Masjid dan mendahulukannya pada saat pembelajaran qira'at dengan murid lainnya.

· Perumusan Qira’at

Dalam Ilmu Qira’at terdapat istilah “ikhtiar” yaitu melakukan ijtihad untuk memilih qira’at dari berbagai guru dan menetapkan qira’at tertentu untuk dijadikan qira’atnya sendiri. Imam Nafi’ melakukan seleksi qira’at (bukan penyeleksian antara salah dan benar) yaitu mengambil qira’at yang sama diantara para gurunya dan meninggalkan bacaan yang berbeda. Hasil penyeleksian tersebut dijadikan kaidah tersendiri oleh Imam Nafi’ yang kemudian dikenal luas sebagai Qira’at Imam Nafi’.

Imam Ishaq Al-Musayyibi menceritakan dari Imam Nafi’ : “Aku telah belajar kepada beberapa Tabi’in, kemudian melakukan penyeleksian. Jika terdapat dua qira’at yang sama dari kedua guru, maka saya ambil untuj dijadikan qira’at. Jika terdapat satu qira’at yang tidak sama dengan guru yang lain, maka aku tinggalkan (tidak dijadikan qira’at). Hasil penyeleksian itulah yang aku jadikan pijakan dalam menyusun qira’at ini.


· Komentar Ulama

Imam Sa’id bin Manshur (w. 227 H.) berkata : “Saya mendengar Malik bin Anas berkata : Bacaan ahli Madinah adalah Sunnah (yang dipilih). Kemudian ditanyakan kepada dia : “Apakah yang dimaksud (bacaan ahli Madinah) adalah bacaan Imam Nafi’? Beliau menjawab, “Ya”.

Imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (w. 290 H.) berkata : “Saya bertanya kepada Bapakku (Imam Ahmad), “Bacaan siapakah yang Bapak sukai?”. Dia menjawab : “Bacaan ahli Madinah (Imam Nafi’)”. Selain itu, bacaan siapa yang Bapak sukai?, Beliau menjawab : Qira’at Imam ‘Ashim.

Komentar tentang Imam Nafi’ tidak hanya dating dari orang lain, namun juga dating dari anak tirinya yang sekaligus menjadi perowinya yang terkenal yaitu Imam Qolun. Imam Qolun berkata : Imam Nafi’ termasuk orang-orang yang memiliki akhlak yang baik dan sangat bagus bacannya, zuhud serta dermawan.


· Karomah Imam Nafi’

Imam Nafi’ adalah seorang ahli Al-Qur;an yang dianugerahi Allah beberapa karomah. Diantaranya adalah semerbak aroma harum yang kaluar dari lisannya dan wajah berseri-seri yang memancarkan aura yang menyenangkan. Semerbak keharuman yang keluar dari lisannya bukan berasal dari minyak yang beliau pakai, tetapi merupakan anugerah yang Allah berikan kepadanya lewat mimpi bertemu Nabi Muhammad SAW.

Diceritakan bahwa beliau berbicara, maka terciumlah semerbak harum minyak misk yang keluar dari lisannya. Ketika seorang murid beliau bertanya, “Apakah anda memakai minyak wangi jika hendak mengaji?”. Imam Nafi’ menjawab : “Aku tidak pernah mendekati minyak wangi aopalagi menyentuhnya. Suatu ketika aku bermimpi bertemu Rasulullah dan beliau membaca Al-Qur’an persis di depan lisanku. Sejak itulah semerbak harum keluar dari lisanku.” 
 
 
Sumber : Mengarungi Samudra Kemuliaan 10 Imam Qira'at (Moh. Fathurrozi, Lc, M. Th, I dan Rif'iyatul Fahimah Lc, M. Th, I) 

Belum ada Komentar untuk "Biografi Imam Nafi' bin Abi Nu'aim Al-Ashfihani Al-Madani, perjalanan intelektual belajar kepada 70 tabi'in"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel