Biografi KH. Muntaha 'Asy'ari, penggagas pembuatan "Al-Qur'an Raksasa" sekaligus pendiri Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ) Wonosobo


KH. Muntaha Asyari


· Latar Belakang Keluarga

Tanggal 9 Juli 1912 adalah hari bersejarah bagi pasangan KH. Asy’ari dan Ny. Hj. Safinah. Pada hari itu lahir putra ketiga mereka yang diberi nama “Muntaha”. Putra ketiga inilah yang kelak meneruskan perjuangan mengasuh Pesantren Al-‘Asy’ariyah Kelibeber.

Kiai Asy’ari adalah keturunan pendiri Pesantren Al-‘Asy’ariyah Kalibeber, dan jika silsilahnya ditarik keatas akan sampai kepada Hamangkurat IV. Kiai Muntaha masih keturunan darah biru, pendiri Pesantren Al-Asy’ariyah adalah KH. Muntaha bin Nida Muhammad atau R. Hadiwijaya. Pesantren ini dulunya adalah Padepokan Kalipupruk atau Pesantren Kalibeber.

Adapun Nyai Hj. Safinah, ibu Kiai Muntaha, masih keturunan Kiai Asmorosufi, seorang penyebar agama islam di wilayah Wonosobo bagian selatan. Makanya terletak di belakang Masjid Komplek Pesantren As-Sufiyah Desa Bendosari, Kecamatan Sapuran.

Kiai Asy’ari mempunyai dua orang istri, yakni Nyai Hj. Safinah (Ibu Kiai Muntaha) dan Nyai Hj. Sufiyah. Dari keenam anak Kiai ‘Asy’ari, mereka yang berhasil menghafal Al-Qur’an adalah Muntaha dan Mudasir.


· Menuntut Ilmu

Kiai Muntaha adalah sosok yang hidup dalam lingkungan agamis. Ketika masih kecil, beliau belajar kepada orang tuanya, terutama Sang Ibu. Nyai Safinah sangat telaten mengajari Kiai Muntaha dan juga para santri untuk membaca Al-Qur’an. Meskipun hidup di lingkungan pesantren, Kiai Muntaha tetap melanjutkan belajarnya ke pesantren lain.

Lembaga pendidikan pertama yang menjadi tujuan belajarnya adalah Madrasah Darul Ma’arif Banjarnegara yang saat itu diasuh oleh KH. Fadlullah. Setelah ditelusuri, ternyata Kiai Fadlullah masih punya hubungan darah dengan kakek buyut Kiai Muntaha, yaitu KH. NIda Muhammad. Namun, baru diketahui setelah selesai belajar dari madrasah ini.

Selanjutnya, Kiai Muntaha belajar di Pesantren Kauman Kaliwungu Kendal. Pesantren yang diasuh KH. Utsman ini mengutamakan pengajaran Al-Qur’an disamping kitab-kitab kuning. Beliau berhasil menghafal Al-Qur’an dalam usia 16 tahun. Sebagai bentuk riyadhoh, Kiai Muntaha ketika berangkat ke Pesantren Kauman Tremas Pacitan, selalu dengan berjalan kaki.

Kota gudeg Jogja menjadi tujuan Kiai Muntaha berikutnya, beliay menimba ilmu kepada Kiai Munawwir Krapyak, seorang Kiai yang ahli Qira’at Sab’. Ketika belajar di Krapyak beliau seangkatan dengan Kiai Mufid Mas’ud yang kelak menjadi pengasuh Pesantren Sunan Pandanaran, Sleman dan juga menjadi menantu Kiai Munawwir sehingga beliau memiliki sanad dari Kiai Munawwir dari guru-gurunya bersambung hingga Nabi Muhammad SAW.

Belum puas dengan ilmu yang diperoleh dari Krapyak, Kiai Muntaha melangkahkan kakinya menuju ke arah timur yakni Pesantren Tremas Pacitan, Jawa Timur yang saat itu diasuh KH. Dimyathi, adik Syaikh Mahfuzh At-Turmusi (w. 1920). Syaikh Mahfuzh At-Turmusi adalah seorang ahli hadits, menetap dan wafat di Makkah. Pada tahun 1950, Kiai Muntaha pulang ke rumahnya untuk menggantikan ayahnya mengelola Pesantren Al-‘Asy’ariyah Kalibeber Wonosobo.


· Mengasuh Pesantren

Saat Kiai Muntaha sedang belajar di Pesantren Tremas Pacitan, akhirnya pulang karena mendengar ayahnya wafat. Wafatnya Sang Ayah ini mengantarkan Kiai Muntaha menjadi pengasuh pesantren dengan dibantu adiknya, Kiai Mustahal Asy’ari. Pesantrennya diberi nama “Al-Asy’ariyah”. Pada saat inilah pesantren mengalami kemajuan pesat.

Dibawah asuhan Kiai Muntaha dan Kiai Mustahal, Pesantren Al-‘Asy’ariyah mengambil spesialis Tahfidzul Qur’an, bukan berarti meninggalkan pengajaran kitab kuning, barangkali sebagai bentuk tanggung jawab moral karena Kiai Muntaha adalah seorang hafidz. Banyaknya santri dan bermacam-macam mata pelajaran menjadikan pesantren ini membutuhkan tenaga pengajar dari luar, tidak hanya dari anggota keluarga. Langkah yang ditempuh beliau adalah dengan membuka lembaga pendidikan formal. Pada tahun 1988, didirikan Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) yang pada tahun 2011 diubah menjadi Universitas Sains Al-Qur’an (UNSIQ) dengan Kiai Muntaha sebagai rektor semasa hidupnya.

· Karya Tulis

Meskipun tidak secara langsung menulis, Kiai Muntaha mempunyai ide-ide segar. Kesibukannya mendidik santri membuatnya tidak sempat menuliskan ide-ide segarnya. Kiai Muntaha membentuk tim Sembilan untuk menulis tafsir berdasarkan tema tertentu atau kata kunci, tafsir yang terkenal dengan nama tafsir tematik atau tafsir maudlu’i. Tim inipun berhasil menyelesaikan tugasnya, lalu tulisannya dicetak dan diterbitkan oleh penerbit LKiS Yogyakarta dengan judul “Tafsir Al-Maudhu’i”.

Ide penulisan tafsir tersebut menunjukkan kepekaan Kiai Muntaha terhadap perkembangan zaman atau permasalahan ummat. Tafsir jenis ini memang telah berkembang di dunia islam khususnya pada abad ke-20 namun kurang dikenal oleh masyarakat pesantren. Selama ini yang lebih dikenal di pesantren adalah tafsir tahlili, yakni penafsiran Al-Qur’an ayat per ayat. Adapun tasfir maudhu’I adalah penafsiran sesuai kata kunci atau tema.

Gagasan lain dari Kiai Muntaha adalah penulisan Al-Qur’an raksasa, berukuran besar. Gagasan ini muncul karena beliau ingat kakeknya, Kiai Abdurrahim, yang pernah menulis Al-Qur’an ketika sedang dalam perjalanan melaksanakan ibadah haji, sayangnya tulisan Al-Qur’an ini hancur oleh serangan Belanda ke pesantren tersebut.


· Menghadap Sang Pencipta

Kiai yang menjadi kebanggan masyarakat Wonosobo ini menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Umum (RSU) Tlogorejo Semarang dalam usia 96 tahun (lahir 1908) pada hari Rabu, 29 Desember 2004. Ribuan pelayat termasuk alumni keluarga para santri maupun masyarakat umum membanjiri kediaman Kiai Muntaha.

Sesuai wasiat beliau, Kiai Muntaha dimakamkan di Desa Deroduwur, kurang lebih 8 km arah barat Pesantren Al-‘Asy’ariyah Kalibeber. Kiai Kharismatik ini dimakamkan berdampingan dengan makam Sang Ayah, Kiai Asy’ari yang meninggal pada 1949.


Sumber : Ulama' Penjaga Wahyu (M. Solahuddin)


Belum ada Komentar untuk "Biografi KH. Muntaha 'Asy'ari, penggagas pembuatan "Al-Qur'an Raksasa" sekaligus pendiri Universitas Sains Al-Qur'an (UNSIQ) Wonosobo"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel